• Selamat Datang Di Blog Yogi Nugraha Blog's
  • Cinta ALLAH & Cinta RASUL
  • Yogi Nugraha Blog's
  • Thanks for our school

Selasa, 01 Maret 2011

Allah SWT antara kata dan Konsep islam

Kata Allah merupakan nama untuk sebutan Tuhan yang paling populer. Apabila Anda berkata “Allah” maka apa yang anda ucapkan itu, telah mencakup semua nama-nama-Nya yang lain, sedangkan bila anda mengucapkan nama-namanya yang lain, misalnya ar-Rahman, al-Malik dsb, maka ia hanya menggambarkan sifat rahmat, atau sifat kepemilikan-Nya. Di sisi lain, tidak satupun dapat dinamai Allah, baik secara hakikat maupun majaz, sedang sifat-sifat-Nya yang lain, secara umum dapat dikatakan bisa disandang oleh makhluk-makhluk-Nya. Bukankah kita dapat mengatakan atau menamai si Ali yang pengasih sebagai Rahim atau Ahmad yang berpengetahuan sebagai Alim ?.Secara tegas Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang menamai diri-Nya Allah. Allah berfirman:

“Sesungguhnya Aku adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, Maka Sembahlah Aku” (QS Thaha 20 : 14).

Dalam QS Maryam 19 : 65 Tuhan bertanya : “Hal Ta’lamu Lahu Samiyyan”. Ayat ini dipahami oleh pakar-pakar Al-Quran sebagai bermakna : Apakah engkau mengetahui ada sesuatu yang bernama seperti ini? Atau Apakah engkau mengetahui sesuatu yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan sebagaimana Pemilik nama itu (Allah)? Atau bermakna Apakah engkau mengetahui ada nama yang lebih agung dari nama ini? Juga dapat berarti Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?

Pertanyaan-pertanyaan yang mengandung makna sanggahan ini, kesemuanya benar, karena hanya Tuhan Yang Maha Esa, yang wajib wujud-Nya itu yang berhak menyandang nama tersebut, sedangkan selainnya tidak ada, bahkan tidak boleh. Hanya Dia (Allah) juga yang berhak memperoleh keagungan dan kesempurnaan mutlak, sebagaimana tidak ada nama yang lebih agung dari nama-Nya itu.

Para ulama dan pakar bahasa mendiskusikan kata tersebut antara lain apakah ia memiliki akar kata atau tidak. Sekian banyak ulama berpendapat bahwa kata Allah tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk kepada Dzat yang wajib wujud-Nya, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan dan kepada-Nya seluruh makhluk mengabdi dan bermohon. Tetapi ada juga ulama yang berpendapat bahwa kata Allah asalnya adalah Ilah, yang dibubuhi huruf alif dan lam, dan dengan demikian Allah merupakan nama khusus karena itu tidak dikenal bentuk jamaknya. Sedang Ilah adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jamak (plural) Alihah. Dalam bahasa Inggris baik yang bersifat umum maupun khusus, keduanya diterjemahkan dengan God, demikian juga dalam bahasa Indonesia keduanya dapat diterjemahkan dengan Tuhan, tetapi cara penulisannya dibedakan. Yang bersifat umum ditulis dengan huruf kecil god/tuhan, dan yang bermakna khusus ditulis dengan huruf besar God/Tuhan.

Alif dan Lam yang dibubuhkan dalam kata Ilah berfungsi menunjukkan bahwa kata yang dibubuhi itu (dalam hal ini kata Ilah) merupakan sesuatu yang telah dikenal dalam benak. Kedua huruf tersebut di sini sama dengan The dalam bahasa Inggris, kedua huruf tambahan itu menjadikan kata yang dibubuhi menjadi bersifat ma’rifat atau definite (diketahui/dikenal). Penggunaan bahasa Arab mengakui bahwa Tuhan yang telah dikenal oleh benak mereka adalah Tuhan Pencipta, berbeda dengan tuhan-tuhan (Alihah, bentuk jamak dari Ilah) yang lain. Selanjutnya dalam perkembangan lebih jauh dan dengan alas an mempermudah, Hamzah yang berada antara dua lam yang dibaca (i) pada kata al-Ilah tidak dibaca lagi sehingga berbunyi Allah dan sejak itulah kata ini seakan-akan telah merupakan kata baru yang tidak memiliki akar kata sekaligus sejak itu pula kata Allah menjadi nama khusus bagi Pencipta dan Pengatur alam raya yang wajib wujud-Nya.

Sementara ulama berpendapat bahwa kata Ilah yang darinya terbentuk kata Allah, berakar dari kata al-Ilahah , al-uluhah, dan al-uluhiyah yang kesemuanya menurut mereka bermakna ibadah dan penyembahan , sehingga Allah secara harfiah bermakna Yang disembah. Ada juga yang berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari kata alaha dalam arti mengherankan atau menakjubkan karena segala perbuatan dan atau ciptaan-Nya menakjubkan, atau karena bila dibahas hakikat-Nya akan mengherankan akibat ketidaktahuan makhluk tentang hakikat Dzat Yang Maha Agung itu. Adapun yang terlintas di dalam benak menyangkut hakikat Dzat Allah, maka Allah tidak demikian. Itu sebabnya ditemukan sebuah riwayat yang menyatakan “Berfikirlah tentang makhluk-makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Dzat-Nya” Ada juga yang berpendapat bahwa kata Allah terambil dari kata Aliha-Ya’lahu yang berarti tenang, karena hati menjadi tenang bersama-Nya, atau dalam arti menuju dan bermohon, karena harapan seluruh makhluk tertuju kepada-Nya dan kepada-Nya pula makhluk bermohon.

Memang setiap yang dipertuhankan pasti disembah, dan kepada-Nya tertuju harapan dan permohonan, lagi menakjubkan ciptaan-Nya. Tetapi apakah itu berarti bahwa kata Ilah-dan juga-Allah secara harfiah bermakna demikian?. Benar juga bahwa kamus-kamus bahasa seringkali memberi arti yang bermacam-macam terhadap makna satu kata sesuai pemakaian penggunanya, karena bahasa mengalami perkembangan dalam pengertian-pengertiannya, tetapi makna-makna itu belum tentu merupakan makna asal yang ditetapkan oleh bahasa. Kata sujud misalnya pada awalnya digunakan oleh bahasa dalam arti ketaatan, ketundukan, kerendahan atau kehinaan. Meletakkan dahi di lantai adalah sujud karena itu pertanda kepatuhan dan kerendahan. Manusia atau binatang yang menganggukkan kepala juga dinamai sujud. Mengarahkan pandangan secara berkesinambungan atau lama pada sesuatu, jika disertai dengan kerendahan hati, juga dinamai sujud , bahkan ada jenis mata uang logam tertentu yang dinamai isjad yang terambil dari kata sujud, karena pada uang logam itu terdapat gambar penguasa yang bila rakyatnya melihat sang penguasa akan sujud. Demikiana terlihat makna dari satu kata bisa beraneka ragam, selama ada benang merah yang mengaitkannya dengan makna asal.

Kembali ke kata Ilah yang beraneka ragam maknanya seperti dikemukakan di atas, dapat dipertanyakan apakah bahasa atau Al-Quran menggunakannya untuk makna “yang disembah” ?.

Para ulama yang mengartikan Ilah dengan “Yang disembah” menegaskan bahwa Ilah adalah segala sesuatu yang disembah baik penyembahan itu tidak dibenarkan oleh akidah Islam, seperti penyembahan kepada Matahari, bintang, bulan, manusia atau berhala, maupun yang dibenarkan dan diperintahkan oleh Islam, yakni Dzat yang wajib wujud-Nya yakni Allah swt.

Kalau anda memperhatikan semua kata-kata Ilah dalam Al-Quran niscaya akan anda temukan bahwa kata itu lebih dekat untuk dipahami sebagai penguasa pengatur alam raya atau dalam genggaman tangan-Nya segala sesuatu, walaupun tentunya yang meyakini demikian, ada yang salah pilih Ilah-nya. Bukankah seperti dikemukakan sebelum ini kata Ilah bersifat umum, sedang kata Allah bermakna khusus bagi penguasa (Tuhan) sesungguhnya.

ILAH merujuk pada Tuhan buatan misalnya : Tuhan Manusia, Matahari, Dewa-Dewi, Dewa Matahari, Dewa Laut dll. Meskipun ada juga manusia yang menuhankan pikirannya, menuhankan nafsunya , menuhankan barang mistiknya dll. Sedangkan ALLAH adalah Tuhan dalam pengertian Pencipta seluruh makhluk di jagad raya.

Kata Allah mempunyai kekhususan yang tidak dimiliki oleh kata lain: ia adalah kata yang sempurna huruf-huruf dan maknanya, serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya, sehingga sementara ulama menyatakan bahwa kata itulah yang dinamai Ism Allah al-azam (nama Allah yang paling mulia), yang bila diucapkan dalam do’a Allah akan mengabulkannya.

Dari segi lafazh terlihat keistimewaannya ketika dihapus huruf-hurufnya. Bacalah kata Allah dengan menghapus huruf awalnya, akan berbunyi Lillah dalam arti Milik/bagi Allah. Kemudian hapus huruf awal dari kata Lillah itu akan terbaca Lahu dalam arti bagi-Nya. Selanjutnya hapus lagi huruf awal dari Lahu akan terdengar dalam ucapan Hu yang berarti Dia (menunjuk Allah) dan bila ini pun dipersingkat akan dapat terdengar suara Ah yang sepintas atau pada lahirnya mengandung makna keluhan, tetapi pada hakikatnya adalah seruan permohonan kepada Allah. Karena itu pula sementara ulama berkata bahwa kata Allah terucapkan oleh manusia sengaja atau tidak sengaja, suka atau tidak. Itulah salah satu bukti adanya Fitrah dalam diri manusia. Al-Quran juga menegaskan bahwa sikap orang-orang musyrik adalah ” Apabila kamu bertanya kepada mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi, pastilah mereka berkata Allah” ( QS Az-Zumar 39:38 )

Dari segi makna dapat dikemukakan bahwa kata Allah mencakup segala sifat-sifat-Nya, bahkan Dia-lah yang menyandang sifat-sifat tersebut. Karena itu, jika anda berkata Ya Allah, maka semua nama-nama serta sifat-sifat-Nya telah dicakup oleh kata tersebut. Di sisi lain, jika anda berkata ar-Rahim (Yang Maha Pengasih) maka sesungguhnya yang anda maksud adalah Allah, demikian juga jika anda mengatakan : al-muntaqin (yang membalas kesalahan), namun kandungan makna ar-Rahim (Yang Maha Pengasih) tidak mencakup pembalasan-Nya, atau sifat-sifat-Nya yang lain. Itulah salah satu sebab mengapa dalam syahadat seseorang harus menggunaan kata Allah ketika mengucapkan Asyhadu an La Ilaha Illa Allah, dan tidak dibenarkan mengganti kata Allah tersebut dengan nama-nama-Nya yang lain, seperti Asyhadu An La Ilaha illa ar-Rahman atau ar-Rahim.

Jika anda menyebut nama Allah, maka pasti akan tenang hati anda, demikian penegasan penyandang Ama’ul al-Husna, Allah swt. Dengan firman-Nya : Dengan mengingat Allah, akan menjadi tenteram hati (QS. AR-Ra’d 13 : 28)

Ketenangan dan ketenteraman itu lahir bila anda percaya bahwa Allah adalah Penguasa Tunggal dan Pengatur alam raya dan yang dalam genggaman tangan-Nya segala sesuatu. Ketenangan itu akan dirasakan bila anda menghayati sifat-sifatnya, kuadrat dan kekuasaan-Nya dalam mengatur dan memelihara segala sesuatu.

(Sumber : Tafsir Al-Misbah Vol. 1 hal : 17-21)

Tuhan atau God bukanlah terjemahan yang tepat untuk Allah, Allah tidak bisa diterjemahkan dalam bahasa manapun. Kata : “GOD” tidak bisa dipakai karena kata itu dapat berubah makna jika ditambah kata. Misalnya kata GOD kita tambah ESS maka akan menjadi GODDESS (Tuhan Wanita/Dewi), jika ditambah kata FATHER akan menjadi GODFATHER (perwalian bayi, pemimpin gerombolan) dll. Allah diterjemahkan Tuhan juga tidak tepat, karena Tuhan adalah kata umum. Matahari bisa di-Tuhan-kan, Pohon besar bisa dianggap Tuhan, bahkan kepandaian bisa di-Tuhan-kan juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar